Saturday, June 4, 2016

Kenangan Bus Ekonomi

Kenangan Bus Ekonomi

 

Akhirnya Kudengar ketukan pintu,
Pertanda akan berakhir perjalananku,
Terdiam menunggunya bersama seorang kawan,
Terburu ketika ku melihatnya datang,
Bangku tak jauh dari pintu depan,
Menjadi pilihan iringi perjalanan,

Perjalanan kami mulai sepi,
Tibalah kami disebuah terminal,
Bermacam aktifitas kami temui,
Dari sekedar menyanyi hingga menawarkan minuman,

Suasana mulai panas,
Bangku bus yang tak terlalu sesak,
Membuatku masih dapat tertidur nyenyak,
Tak terasa kepalaku terbentur beberapa kali,
Sakit terasa namun seperti mimpi,
Tawa temanku sadarkanku,
Memar dikepalaku menjadi bukti,

Tawa kecil iringi perjalanan,
Pemandangan yang membuat terkesan,
Memberikan kesan yang tak terlupakan,
Sering ku temui namun ku tetap kagumi,
Ciptaan Ilahi yang kini mulai ternodai,

Beralih ke langit,
mendung di ketinggian,
Membuatku terseyum sendiri,
Berharap datangnya hujan,
Iringi perjalanan lewati perbukitan,

Tak disadari ku kembali terlelap,
Kurasa paksaan saat ku mulai bermimpi,
Tangan temanku memaksaku,
Agar tak menambah memarku,
Kurasakan berkali kali,
Hingga ku sadar dia tak tertidur memperhatikanku,
Dan ku tak dapat kembali terlelap,

Tugu perbatasan akan menyambut,
Terjadilah sebuah tragedi,
Dengan berbagai alasan,
Akhrinya kurelakan untuk pergi,
Berpindah ke tempat satunya,
Dengan iming-iming tanpa biaya,

Tempat yang penuh sesak,
Memaksaku untuk berdiri,
Tak berapa lama lelaki tua menawarkanku untuk berada di sampingnya,
Orang berbahasa lucu yang kurindu,
Dengan lantang mereka bercanda,
Mengenai tarif baru kembali lama,

Ku berbincang dengan bahasaku,
Pertanda aku sudah dekat dengan tujuanku,
Namun semakin lama semakin sesak,
Dilimpahkanlah beban lain dipunggungku,
Namun tak ada yang terdian,
Semua peduli padaku,
Mereka menahan beban untuku,
Gadis berukuran mini,
Mereka khawatir dengan keadaanku,
Sungguh perasaan yang tak dapat terlukiskan,

Canda dan tawa tertera pada mereka,
Menyadarkanku ada yang berbeda,
Ada yang selalu memperhatikanku,
Lelaki mudah berwajah lugu,
Tersenyum lucu dan tersipu malu,
Ketika ku berikan senyum lelahku,

Akhirnya Kudengar ketukan pintu,
Pertanda akan berakhir perjalananku,
Lelaki paruh baya pilihanku,
Becak tua temani akhir perjalananku.

Sumber gambar: https://www.google.com/search?q=dalam+bis&biw=1138&bih=548&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjm2_-H1o7NAhUGl5QKHebEBkgQ_AUIBigB#tbm=isch&q=lonely+in+the+bus&imgrc=c0jBi119vahTFM%3A

Dapat diakses juga di https://www.facebook.com/notes/1015986211748801/

Related Posts:

  • Bukan Jawaban Doa Kita dipertemukan tanpa sengaja, berbagi cerita tanpa tersadar pagi sudah buta. Hingga tercipta sebuah rasa yang tidak cukup diikat dengan kata cinta. Niatan baik terucap teriring dengan doa di setiap nama yang senatiasa… Read More
  • Seketika Kita saling menyapa. Saling berpuisi seakan mengerti keindahan arti dari tiap bait yang tertulis tentang sebuah kekaguman. Berangan-angan tentang masa depan bersama. Hingga suatu malam.. "Malam ini aku telah melamarnya."… Read More
  • Pengunduran Diri Waktu berputar seperti roda kecil yang menggulung dengan cepat mewakili masa, menyadarkan kita akan hal yang telah dilalui. Tentang dua roda kecil yang mengisi angan dan harapan lalu dan masa depan, mewakili rindu akan ses… Read More
  • Meminta Hai, pagi, Bolehkah aku meminta padamu? Untuk selalu membangunkan orang-orang yang kusayangi untukku. Hai, hujan, Bolehkah aku meminta padamu? Buatlah suara yang keras untukku, agar hilang sunyiku. Hai, di… Read More
  • Cup of Coffee 4# CINTA Dosalah aku yang telah terjatuh Hanya dengan mata aku terjerat Hanya dengan suara aku tertipu Aku tidak tahu mengapa Namun aku melihat syurga disana Meski ku tidak tahu tentang kehendak Bolehkan aku berhara… Read More

1 comment: