Monday, July 4, 2016

Senandung Pilu

Gadis kesayanganku, menagislah malam ini, berbagilah denganku. Semuanya akan baik-baik saja tidak seperti yang kau bayangkan selama ini. Hanyutlah dalam laguku, ungkapkan kepedihanmu yang selama ini kau pendam sendiri. Raihlah kebahagiaan yang selama ini terjaga untuk orang-orang disekitarmu, karena kau tak lagi sendiri. Ada aku disini yang bersiap menangis bersamamu, menemani isakmu, dan wajah lucumu yang memerah berderai air mata. Berbahagialah dalam tangismu, percayalah pedihmu akan tersampaikan bersama jatuhnya permata berharga yang kau simpan menjadi sebuah rahasia.



Ku ingin bercerita tentang sebuah permata, permata yang berharga dan sangat istimewa. Sungguh sulit aku mendapatkannya. Ini tentang seorang gadis pemilik permata, bukan aku suka, bahkan aku hampir membencinya. Hampir saja namun belum sampai aku membencinya. Dia gadis yang pemarah, tiada hari tanpa memakiku, meski ku tahu itu hanya bercanda atau mungkin bukan entahlah tapi aku suka. Dia gadis yang ekspresif, pipinya menyembul ketika cemberut, terkadang ingin sekali mencubitnya agar dia menghentikan ocehan di bibir mungilnya.

Hampir saja aku membencinya. Aku tak pernah bisa menebaknya, aku lelah menerka apa yang ada di dalam isi hatinya. Ku berharap itu tentang Aku, nyatanya bukan dan itu jauh sekali dari prediksiku. Aku mulai tak suka dengan sifatnya yang kekanakan, manja, dan terlalu percaya diri. Dia menganggap dirinya special dan istimewa. Nyatanya menurutku biasa saja. Hingga suatu hari ada energi aneh yang menarikku untuk tetap berada didekatnya. Karena harapanku tentang Aku yang ada dalam isi hatinya, mulai ku ketahui mengapa Aku tak menjadi bagian dalam isi hatinya.

Berbagai alasan ku lakukan untuk bersamanya, sekedar ingin melihat senyumnya dan menjaga senyum itu tetap bersemi di wajah uniknya. Ada yang lain dari dirinya, sisi lain yang jauh dibalik dari dirinya yang terlihat. Tersembunyi dibalik senyumnya yang Ia tebar dimana pun Ia berada, karena kehadirannya mampu menghidupkan suasana. Kekuatan yang tak dimiliki banyak orang, ku rasa Ia memang istimewa.

Suatu hari Ia berbeda dari biasanya, senyumnya sungguh hampa. Mungkin hanya aku yang merasakannya tidak dengan yang lainnya, karena mereka semua masih bisa bahagia dengan candaannya yang tak pernah ada matinya. Ku dekati dia yang sedang sendiri duduk di kursi depan. Tanpa melihatku dia sibuk dengan khayalannya, ku perhatikan matanya yang seolah sedang mengajaku berbicara. Bulu matanya yang lentik dan panjang mengalihkan pembicaraan tadi menjadi pengaguman akan keindahan. Ketika mata itu benar-benar bertemu denganku Ia menarikku dalam dunia yang berbeda, ketika kedua kelopak mata terkatup dan cepat membuka seketika itu pula kedua matanya menjelaskan sesuatu yang amat rahasia berlainan dari singgungan yang hadir dari bibirnya. Mulai hari itu, aku berjanji dengan diriku sendiri untuk tetap bersamanya apa pun yang terjadi.

Hari itu tanggal 12 Desember 2015, Aku pulang bersamanya dengan sepeda motorku dari tempat kami menuntut ilmu. Dengan bahagia ku lihat ia membawa banyak barang bawaan yang katanya berisi banyak oleh-oleh untuk dibagikan pada keluarganya. Rani, Cantika Maharani gadis itu bernama Cantika Maharani, seperti namanya Ia Cantik dengan kesederhanaannya. Dia memiliki daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki gadis lainnya. Gadis tanpa perona pipi yang mempesona, Ia dengan bahagia masuk kedalam rumahnya dengan membawa barang bawaan yang besarnya mengalahkan tubuhnya.

Baru selesai ku memeriksa barang apakah ada barang miliknya yang masih terbawa olehku dan ingin memutar balikan sepeda motorku untuk bergegas pulang. Aku mendengar teriakan yang sangat keras, bersumber bukan dari satu orang, ada beberapa laki-laki dan suara lirih orang berumur. Sepertinya ada perdebatan hebat yang membuatku mengurungkan niatku untuk pergi. Karena aku mendengar jelas suara seseorang yang sangat ku kenal, Dia yang lembut memaki tidak seperti biasanya, caciannya yang manja terdengar sangat asing, kata-kata kasar terdengar menyayat pendengaranku, ingin ku segera memastikan sumber suara itu. Belum sempat ku lakukan semuanya terjawab. “Hai kalian orang-orang bodoh. Silahkan kalian hidup dengan kebodohan kalian itu.” Rani menutup pintu dengan memaki maki ke arah dalam rumah. Aku hanya bisa terdiam antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang kulihat, gadis itu bukan Rani yang ku kenal.

Ku lihat beberapa orang dalam rumah keluar mengikutinya. Laki-laki tampan sebaya berusaha mengendalikan Rani yang saat itu benar-benar tidak bisa dikendalikan. Apa yang dilakukan oleh Rani, jelas dia berusaha melepaskan genggamannya dan terus memaki. Kedua orang tua Rani yang Ku kenal sebelumnya pun ada disana, mereka hanya menangis melihat anaknya yang tak manja seperti biasanya. Wanita berumur yang ku ketahui Nenek Rani menangis dan terus menyebut namanya dengan sisa tenaga renta yang Ia miliki. Terlihat semua laki-laki disana hanya terdiam melihat kejadian ini, beberapa tetangga keluar terkaget karena malam ini menjadi ramai, merekalah yang berusaha menenangkan Rani yang benar-benar tak bisa di mengerti pada hari itu. Setiap kali ada orang yang mendekat Ia akan memaki dengan kata kasar dan mengeraskan suaranya di depan laki-laki tampan sebaya yang belum ku kenal sebelumnya namun tak asing.

“Hey, kamu bodoh. Mau orang tua kita saling membunuh, bacok-bacokan, saya tidak peduli. Kalian semua disini adalah orang-orang yang bodoh. Tidak tahu malu.” Rani terus menunjuki wajah laki-laki itu.

“Kau juga Rama. Lelaki banci.” Rani tertawa sangat keras dan tak terkontrol.

“Kau takut dengan Ayah Ibumu yang bodoh itu!!!”

“Berani-beraninya kau membentak mereka.” Rani menunjuk laki-laki dan perempuan renta yang tak berhenti menangis.

“Otakmu ini dipakai biar tidak terlalu bodoh.” Rani menunjuki pelipis laki-laki yang bernama Rama itu dengan tenaga yang kuat sehingga kepala Rama pun mengikuti lajunya.

Wajah Rama mulai memerah sepertinya sudah tak tahan diperlakukan seperti ini, dipermalukan didepan umum, dan mendapatkan penghinaan dari seorang perempuan yang tak berhenti memaki. Kesabarannya pun hilang, tangan Rani dengan sigap diberhentikan dengan kasar. Pergelangan tangannya ditahan agar menghentikan tindakannya tadi dengan kasar ia tak lagi menahannya melainkan setengah meremasnya, hingga dapat ku lihat kulitnya yang putih mulai kemerahan. Rani berusaha melepasnya dengan keras namun tak berhasil. Ku lihat belas di wajah laki-laki itu dan melepaskan genggamannya itu perlahan.

“Mulai sekarang, Aku bukan Adikmu.” Rani memaki laki-laki itu sekali lagi dan berlari menuju kearahku.

“Bawa Aku pergi.” Aku hanya bisa terdiam mendengar itu, ku lihat semua orang yang terlibat dalam pertikaian membingungkan tadi melihat kearahku.

“Cepat!!!” Setengah membentak Rani seolah berkata sangat berharap kepadaku. Ku beranikan diri untuk menjauhkannya dari situasi tadi, karena sedari tadi aku juga tak tahan melihat Rani yang kukenal menjadi sangat berbeda.

Ku bawa pergi Dia tanpa tujuan yang jelas, hingga di jalan yang sepi karena sudah lewat tengah malam di bawah lampu jalan yang terang ku memutuskan berhenti. Rani tertunduk menutupi wajahnya dengan rambutnya yang belum pernah terurai sebelumnya. Mungkin Dia sedang menaham malu dengan apa yang kulihat tadi. Aku menenangkannya dan mengajaknya duduk menenangkan diri dibawah lampu, menjelaskan padanya yang ku lihat tadi tidak menjadi masalah bagiku tanpa bertanya apa yang terjadi. Karena ku tahu beberapa menit lagi akan ada penjelasan mengenai hal ini.

“Bernyanyilah untukku, dan buatku menangis.” Rani masih tertunduk.

“Bernyanyilah untukku, dan buatku menangis.” Rani membenahi rambutnya dan tersenyum.

“Kau tersenyum?” Tanpa jawaban darinya Dia berusaha keras untuk terlihat manis.

Aku membantu membenahi rambutnya. Tak pernah sebelumnya ku lihat ia melepas kuncir kuda dirambutnya. Biasanya itu terikat rapi dan mengikuti laju tubuhnya ketika ia berlari. Ternyata rambutnya lebih panjang dari yang aku bayangkan. Warna kecoklatan yang semakin menyala dibawah lampu jalan yang kekuningan. Terlepas dari yang tadi ku lihat, Dia sangat manis. Ku keluarkan gitarku dari tempat yang masih memeluk tubuhku. Memenuhi permintaanya dan mengajukan sebuah pertanyaan lewat nada yang kurangkai sendiri, pertanyaan pengungkap rahasia, yang beberapa waktu lagi akandiungkapkan sendiri oleh pemiliknya.

Ku mulai memetik gitarku perlahan, mencoba meraih nada yang aku sendiri belum terbiasa memainkannya. Senandung pilu untuk gadis penuh misteri, yang selalu menampakan diri dengan singgungan khas yang tak semua orang miliki. Gadis dengan mata sendu, yang hampir saja berhasil membuatku tertipu. Dia mampu menjelaskan ini semua hanya karena terjaga, bukan yang lainnya. Hari ini aku tak mungkin lagi tertipu, ku tahu mata itu sudah mengatakan padaku tentang luka yang selama ini ia jaga, disimpan sendiri tanpa mampu berbagi. Gadis periang ini saat ini sedang terluka, mungkin setiap hari berduka, hanya saja senyum yang menghias di wajahnya tidak bisa membantunya untuk membagi kesedihannya.

Gadis kesayanganku, menagislah malam ini, berbagilah denganku. Semuanya akan baik-baik saja tidak seperti yang kau bayangkan selama ini. Hanyutlah dalam laguku, ungkapkan kepedihanmu yang selama ini kau pendam sendiri. Raihlah kebahagiaan yang selama ini terjaga untuk orang-orang disekitarmu, karena kau tak lagi sendiri. Ada aku disini yang bersiap menangis bersamamu, menemani isakmu, dan wajah lucumu yang memerah berderai air mata. Berbahagialah dalam tangismu, percayalah pedihmu akan tersampaikan bersama jatuhnya permata berharga yang kau simpan menjadi sebuah rahasia.

Apa kabar hari ini?
Sudahkah kau jujur hari ini?
Cobalah ceritakan padaku
Apa yang sebenarnya terjadi padamu

Ku mulai mencoba bernyanyi. Diantara petikan gitarku ku lihat ada yang terbendung, sebuah rahasia satu persatu berguguran terurai bersama hilangnya pedih yang selama ini terpendam. Diantara senyum itu, ku lihat sungai yang mengalir deras di ujung mata sendunya. Tanpa suara Dia mulai menangis, tak terdengar apapun kecuali aku yang bernyanyi dan mulai sesak nafas melihatnya terdiam tenggelam dalam tangis yang menyiksa. Berkatalah satu dua kata, berteriaklah sekeras kau memanggilku dengan ceria seperti biasanya. Sulitkah melakukan itu? aku pedih melihatnya.

Anggap saja aku sebuah lagu
Yang kau nyanyikan ketika pilu
Cobalah ceritakan padaku
Apa yang sebenarnya terjadi padamu

Ku percepat tempo laguku, ku perjelas apayang ingin ku sampaikan kepadanya. Dia memang gadis yang jahat, Dia malah tersenyum dan menunjukan betapa bulatnya pipinya. Dia menyakitiku, diatara senyuman itu ada yang semakin deras. Dirinya masih tak bersuara, sampai kapan?. Aku sendiri sudah tak mampu menahannya, suaraku mulai tak selaras dengan nada. Ingin ku berhenti namun ku sendiri tak mampu berhenti, aku menikmati kedukaanku sendiri dengan alunan yang sedang ku senandungkan untuknya. Hingga aku pun terbawa dengan luka yang Dia isi dari tiap nada…

Berhetilah bersembunyi
Mata sendumu telah berbicara padaku
Ada dusta dibalik senyummu
Ungkapkanlah sayang, ungkapkanlah sayangku
Menagislah sayang, menangislah dalam senandungku.
                                               
                                                            Dimas
                                                            12 Desember 2015
                                                            Senandung Pilu

Sungaikupun tak kalah deras, melihatnya yang berusaha tersenyum dan membendung barisan pertahanan yang sudah benar-benar rapuh. Dia terus menghapus air matanya yang semakin deras. Sederas air mata yang dirinya perlihatkan padaku, aku mewakilinya tuk bersuara dengan bernyanyi tanpa nada yang jelas, meningkatkan ritme dan volume yang mungkin bisa membangunkan mentari untuk datang lebih awal dari biasanya. Dan dia masih membisu dalam balutan air mata. Hingga aku pun terbawa dengan luka yang dia isi dari tiap nada…

Ku perlahan melambat, setelah ku sadari ada seseorang yang juga berduka. Laki-laki yang sedari tadi berdiri dibelakannya memeluk erat tubuhnya setelah selesai ku bernyanyi. Ingin aku membunuhnya saat itu, berani sekali ia memeluk gadisku. Namun setelah ku perhatikan Dia laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Rama. Akhrinya Rani pun bersuara, tangisnya beradu, keduanya saling berkata lewat air mata.

“Tetaplah menjadi Adikku.”

Rama mengecup telinga kanan Rani, aku hanya diam melihat kejadian ini. Setelah ku perhatikan dengan ketidak terimaan yang sudah hampir tak dapat terkendali, aku teringat pada sosok laki-laki yang selalu membuatku cemburu. Dia adalah Rama, seorang Kakak Laki-laki Rani berbeda Ibu, benar saja Rani adalah anak satu-satunya dan tidak memiliki saudara. Rani selalu bercerita tentangnya tanpa henti ketika bersamaku. Mulai dari ketampanannya, hingga kasih sayangnya yang sampai menangis ketika Rani sakit dan jatuh pingsan. Sesosok Kakak yang membuatku iri. Karena ia berhasil menjaga gadis kesayanganku hingga tumbuh menjadi gadis yang penuh cinta.

Ada kebahagiaan melihat semua ini. Senandungku hanya mampu mengantarkan dukamu namun tak seperti pelukannya yang seketika itu juga mampu membuang semua luka yang tersimpan dalam bentuk tipu daya. Ku lihat seorang gadis yang sangat mencintai Kakak laki-lakinya, dan seorang laki-laki tampan yang tak rela kehilangan senyum dari seorang gadis yang disebutnya sebagai seorang adik perempuan.

Cinta mampu mengalahkan sebuah lagu, membuka mata yang tertutup untuk menjelaskan semua yang tersembunyi di balik berbagai ekspresi. Bukanlah aku yang membuka rahasia, bukan juga senandungku yang berhasil merayunya untuk mengunkapkan sedikit saja, sampai sekarang aku pun tak mengerti apa yang menjadi penyebab dari pertikaian itu. Yang ku dapat mengerti saat ini, aku akan menjadi seorang yang siap menampung luka lewat nada, agar tak ada lagi tercipta rahasia yang membuatnya kembali berduka.


Dengan senandung pilu, aku mengerti mengapa bukan aku yang berada di dalam bagian dari hatimu. Dan dengan senandung pilu, aku menemukanmu dan mencintaimu dalam kekaguman di balik sendu.  

Related Posts:

  • Nada Tengah Malam Nada Tengah Malam  15 June 2015   Barisan nada pecahkan kesunyian.. Tak terasa mutiara bersumber dari mata mulai berjatuhan.. Seiring dengan pilunya kisah yang terlukiskan.. Ketakutan akan malam dan kesendirian.… Read More
  • Sepeda Merah (Pagi yang Berbeda) Kisah dari Desa 2 Maret 2015 Sepeda Merah Pagi yang kurindu saat ku berada di desa, angin bertiup lirih temani pagiku yang indah,sepeda merah kesayangan adalah sahabatku tuk temani menyusuri pagi yang sunyi.Mat… Read More
  • Perginya Sang Hujan 15 Februari 2015 pukul 20:21 Langit biru tak berawan Terlukis indah hentikan pandangan Sadarkanku akan suatu waktu Perlahan hujan kan tinggalkanku Rintiknya perlahan hilang Ditandai dengan terik dikala siang Ingatkank… Read More
  • Kelas Tambahan (218) 3 Maret 2014 Ekonomi Syariah Pukulenam pagi ku siapkan sarapanku untuk mempersiapkan diri agar berenergi hariini. Bersama kawanku ku menghabiskan waktu sarapan bersama hingga tak sadarwaktu telah menunjukan pukul enam… Read More
  • Senyuman Akhir Januari Senyuman Akhir Januari 31Januari 2015 Bahagia,tak selalu hidupku bahagia, keterpurukan, kekecewaan, dan penyesalan adalah hal yang paling mengerikan di dunia. Namun, dengan itu aku dapat belajar bagaimana caranya ters… Read More

0 comments:

Post a Comment