Gadis kesayanganku, menagislah
malam ini, berbagilah denganku. Semuanya akan baik-baik saja tidak seperti yang
kau bayangkan selama ini. Hanyutlah dalam laguku, ungkapkan kepedihanmu yang
selama ini kau pendam sendiri. Raihlah kebahagiaan yang selama ini terjaga
untuk orang-orang disekitarmu, karena kau tak lagi sendiri. Ada aku disini yang
bersiap menangis bersamamu, menemani isakmu, dan wajah lucumu yang memerah
berderai air mata. Berbahagialah dalam tangismu, percayalah pedihmu akan
tersampaikan bersama jatuhnya permata berharga yang kau simpan menjadi sebuah
rahasia.
Ku
ingin bercerita tentang sebuah permata, permata yang berharga dan sangat istimewa.
Sungguh sulit aku mendapatkannya. Ini tentang seorang gadis pemilik permata,
bukan aku suka, bahkan aku hampir membencinya. Hampir saja namun belum sampai
aku membencinya. Dia gadis yang pemarah, tiada hari tanpa memakiku, meski ku
tahu itu hanya bercanda atau mungkin bukan entahlah tapi aku suka. Dia gadis
yang ekspresif, pipinya menyembul ketika cemberut, terkadang ingin sekali
mencubitnya agar dia menghentikan ocehan di bibir mungilnya.
Hampir
saja aku membencinya. Aku tak pernah bisa menebaknya, aku lelah menerka apa
yang ada di dalam isi hatinya. Ku berharap itu tentang Aku, nyatanya bukan dan
itu jauh sekali dari prediksiku. Aku mulai tak suka dengan sifatnya yang
kekanakan, manja, dan terlalu percaya diri. Dia menganggap dirinya special dan
istimewa. Nyatanya menurutku biasa saja. Hingga suatu hari ada energi aneh yang
menarikku untuk tetap berada didekatnya. Karena harapanku tentang Aku yang ada
dalam isi hatinya, mulai ku ketahui mengapa Aku tak menjadi bagian dalam isi
hatinya.
Berbagai
alasan ku lakukan untuk bersamanya, sekedar ingin melihat senyumnya dan menjaga
senyum itu tetap bersemi di wajah uniknya. Ada yang lain dari dirinya, sisi
lain yang jauh dibalik dari dirinya yang terlihat. Tersembunyi dibalik
senyumnya yang Ia tebar dimana pun Ia berada, karena kehadirannya mampu
menghidupkan suasana. Kekuatan yang tak dimiliki banyak orang, ku rasa Ia
memang istimewa.
Suatu
hari Ia berbeda dari biasanya, senyumnya sungguh hampa. Mungkin hanya aku yang
merasakannya tidak dengan yang lainnya, karena mereka semua masih bisa bahagia
dengan candaannya yang tak pernah ada matinya. Ku dekati dia yang sedang
sendiri duduk di kursi depan. Tanpa melihatku dia sibuk dengan khayalannya, ku
perhatikan matanya yang seolah sedang mengajaku berbicara. Bulu matanya yang
lentik dan panjang mengalihkan pembicaraan tadi menjadi pengaguman akan
keindahan. Ketika mata itu benar-benar bertemu denganku Ia menarikku dalam
dunia yang berbeda, ketika kedua kelopak mata terkatup dan cepat membuka
seketika itu pula kedua matanya menjelaskan sesuatu yang amat rahasia berlainan
dari singgungan yang hadir dari bibirnya. Mulai hari itu, aku berjanji dengan
diriku sendiri untuk tetap bersamanya apa pun yang terjadi.
Hari
itu tanggal 12 Desember 2015, Aku pulang bersamanya dengan sepeda motorku dari
tempat kami menuntut ilmu. Dengan bahagia ku lihat ia membawa banyak barang
bawaan yang katanya berisi banyak oleh-oleh untuk dibagikan pada keluarganya.
Rani, Cantika Maharani gadis itu bernama Cantika Maharani, seperti namanya Ia
Cantik dengan kesederhanaannya. Dia memiliki daya tarik tersendiri yang tidak
dimiliki gadis lainnya. Gadis tanpa perona pipi yang mempesona, Ia dengan
bahagia masuk kedalam rumahnya dengan membawa barang bawaan yang besarnya
mengalahkan tubuhnya.
Baru
selesai ku memeriksa barang apakah ada barang miliknya yang masih terbawa
olehku dan ingin memutar balikan sepeda motorku untuk bergegas pulang. Aku
mendengar teriakan yang sangat keras, bersumber bukan dari satu orang, ada
beberapa laki-laki dan suara lirih orang berumur. Sepertinya ada perdebatan
hebat yang membuatku mengurungkan niatku untuk pergi. Karena aku mendengar
jelas suara seseorang yang sangat ku kenal, Dia yang lembut memaki tidak
seperti biasanya, caciannya yang manja terdengar sangat asing, kata-kata kasar
terdengar menyayat pendengaranku, ingin ku segera memastikan sumber suara itu.
Belum sempat ku lakukan semuanya terjawab. “Hai kalian orang-orang bodoh.
Silahkan kalian hidup dengan kebodohan kalian itu.” Rani menutup pintu dengan
memaki maki ke arah dalam rumah. Aku hanya bisa terdiam antara percaya dan
tidak percaya dengan apa yang kulihat, gadis itu bukan Rani yang ku kenal.
Ku
lihat beberapa orang dalam rumah keluar mengikutinya. Laki-laki tampan sebaya
berusaha mengendalikan Rani yang saat itu benar-benar tidak bisa dikendalikan.
Apa yang dilakukan oleh Rani, jelas dia berusaha melepaskan genggamannya dan
terus memaki. Kedua orang tua Rani yang Ku kenal sebelumnya pun ada disana,
mereka hanya menangis melihat anaknya yang tak manja seperti biasanya. Wanita
berumur yang ku ketahui Nenek Rani menangis dan terus menyebut namanya dengan
sisa tenaga renta yang Ia miliki. Terlihat semua laki-laki disana hanya terdiam
melihat kejadian ini, beberapa tetangga keluar terkaget karena malam ini
menjadi ramai, merekalah yang berusaha menenangkan Rani yang benar-benar tak
bisa di mengerti pada hari itu. Setiap kali ada orang yang mendekat Ia akan
memaki dengan kata kasar dan mengeraskan suaranya di depan laki-laki tampan
sebaya yang belum ku kenal sebelumnya namun tak asing.
“Hey,
kamu bodoh. Mau orang tua kita saling membunuh, bacok-bacokan, saya tidak
peduli. Kalian semua disini adalah orang-orang yang bodoh. Tidak tahu malu.”
Rani terus menunjuki wajah laki-laki itu.
“Kau
juga Rama. Lelaki banci.” Rani tertawa sangat keras dan tak terkontrol.
“Kau
takut dengan Ayah Ibumu yang bodoh itu!!!”
“Berani-beraninya
kau membentak mereka.” Rani menunjuk laki-laki dan perempuan renta yang tak
berhenti menangis.
“Otakmu
ini dipakai biar tidak terlalu bodoh.” Rani menunjuki
pelipis laki-laki yang bernama Rama itu dengan tenaga yang kuat sehingga kepala
Rama pun mengikuti lajunya.
Wajah
Rama mulai memerah sepertinya sudah tak tahan diperlakukan seperti ini,
dipermalukan didepan umum, dan mendapatkan penghinaan dari seorang perempuan
yang tak berhenti memaki. Kesabarannya pun hilang, tangan Rani dengan sigap
diberhentikan dengan kasar. Pergelangan tangannya ditahan agar menghentikan
tindakannya tadi dengan kasar ia tak lagi menahannya melainkan setengah meremasnya,
hingga dapat ku lihat kulitnya yang putih mulai kemerahan. Rani berusaha
melepasnya dengan keras namun tak berhasil. Ku lihat belas di wajah laki-laki
itu dan melepaskan genggamannya itu perlahan.
“Mulai
sekarang, Aku bukan Adikmu.” Rani memaki laki-laki itu sekali lagi dan berlari
menuju kearahku.
“Bawa
Aku pergi.” Aku hanya bisa terdiam mendengar itu, ku lihat semua orang yang
terlibat dalam pertikaian membingungkan tadi melihat kearahku.
“Cepat!!!”
Setengah membentak Rani seolah berkata sangat berharap kepadaku. Ku beranikan
diri untuk menjauhkannya dari situasi tadi, karena sedari tadi aku juga tak
tahan melihat Rani yang kukenal menjadi sangat berbeda.
Ku
bawa pergi Dia tanpa tujuan yang jelas, hingga di jalan yang sepi karena sudah
lewat tengah malam di bawah lampu jalan yang terang ku memutuskan berhenti.
Rani tertunduk menutupi wajahnya dengan rambutnya yang belum pernah terurai
sebelumnya. Mungkin Dia sedang menaham malu dengan apa yang kulihat tadi. Aku
menenangkannya dan mengajaknya duduk menenangkan diri dibawah lampu,
menjelaskan padanya yang ku lihat tadi tidak menjadi masalah bagiku tanpa
bertanya apa yang terjadi. Karena ku tahu beberapa menit lagi akan ada
penjelasan mengenai hal ini.
“Bernyanyilah
untukku, dan buatku menangis.” Rani masih tertunduk.
“Bernyanyilah
untukku, dan buatku menangis.” Rani membenahi rambutnya dan tersenyum.
“Kau
tersenyum?” Tanpa jawaban darinya Dia berusaha keras untuk terlihat manis.
Aku
membantu membenahi rambutnya. Tak pernah sebelumnya ku lihat ia melepas kuncir
kuda dirambutnya. Biasanya itu terikat rapi dan mengikuti laju tubuhnya ketika
ia berlari. Ternyata rambutnya lebih panjang dari yang aku bayangkan. Warna
kecoklatan yang semakin menyala dibawah lampu jalan yang kekuningan. Terlepas
dari yang tadi ku lihat, Dia sangat manis. Ku keluarkan gitarku dari tempat
yang masih memeluk tubuhku. Memenuhi permintaanya dan mengajukan sebuah
pertanyaan lewat nada yang kurangkai sendiri, pertanyaan pengungkap rahasia,
yang beberapa waktu lagi akandiungkapkan sendiri oleh pemiliknya.
Ku
mulai memetik gitarku perlahan, mencoba meraih nada yang aku sendiri belum
terbiasa memainkannya. Senandung pilu untuk gadis penuh misteri, yang selalu
menampakan diri dengan singgungan khas yang tak semua orang miliki. Gadis
dengan mata sendu, yang hampir saja berhasil membuatku tertipu. Dia mampu
menjelaskan ini semua hanya karena terjaga, bukan yang lainnya. Hari ini aku
tak mungkin lagi tertipu, ku tahu mata itu sudah mengatakan padaku tentang luka
yang selama ini ia jaga, disimpan sendiri tanpa mampu berbagi. Gadis periang
ini saat ini sedang terluka, mungkin setiap hari berduka, hanya saja senyum
yang menghias di wajahnya tidak bisa membantunya untuk membagi kesedihannya.
Gadis
kesayanganku, menagislah malam ini, berbagilah denganku. Semuanya akan
baik-baik saja tidak seperti yang kau bayangkan selama ini. Hanyutlah dalam
laguku, ungkapkan kepedihanmu yang selama ini kau pendam sendiri. Raihlah
kebahagiaan yang selama ini terjaga untuk orang-orang disekitarmu, karena kau
tak lagi sendiri. Ada aku disini yang bersiap menangis bersamamu, menemani
isakmu, dan wajah lucumu yang memerah berderai air mata. Berbahagialah dalam
tangismu, percayalah pedihmu akan tersampaikan bersama jatuhnya permata
berharga yang kau simpan menjadi sebuah rahasia.
Apa kabar hari ini?
Sudahkah kau jujur hari ini?
Cobalah ceritakan padaku
Apa yang sebenarnya terjadi padamu
Ku
mulai mencoba bernyanyi. Diantara petikan gitarku ku lihat ada yang terbendung,
sebuah rahasia satu persatu berguguran terurai bersama hilangnya pedih yang
selama ini terpendam. Diantara senyum itu, ku lihat sungai yang mengalir deras
di ujung mata sendunya. Tanpa suara Dia mulai menangis, tak terdengar apapun
kecuali aku yang bernyanyi dan mulai sesak nafas melihatnya terdiam tenggelam
dalam tangis yang menyiksa. Berkatalah
satu dua kata, berteriaklah sekeras kau memanggilku dengan ceria seperti
biasanya. Sulitkah melakukan itu? aku pedih melihatnya.
Anggap saja aku sebuah lagu
Yang kau nyanyikan ketika pilu
Cobalah ceritakan padaku
Apa yang sebenarnya terjadi padamu
Ku
percepat tempo laguku, ku perjelas apayang ingin ku sampaikan kepadanya. Dia
memang gadis yang jahat, Dia malah tersenyum dan menunjukan betapa bulatnya
pipinya. Dia menyakitiku, diatara senyuman itu ada yang semakin deras. Dirinya
masih tak bersuara, sampai kapan?. Aku sendiri sudah tak mampu menahannya,
suaraku mulai tak selaras dengan nada. Ingin ku berhenti namun ku sendiri tak
mampu berhenti, aku menikmati kedukaanku sendiri dengan alunan yang sedang ku
senandungkan untuknya. Hingga aku pun terbawa dengan luka yang Dia isi dari
tiap nada…
Berhetilah bersembunyi
Mata sendumu telah berbicara padaku
Ada dusta dibalik senyummu
Ungkapkanlah sayang, ungkapkanlah
sayangku
Menagislah sayang, menangislah
dalam senandungku.
Dimas
12
Desember 2015
Senandung Pilu
Sungaikupun
tak kalah deras, melihatnya yang berusaha tersenyum dan membendung barisan
pertahanan yang sudah benar-benar rapuh. Dia terus menghapus air matanya yang
semakin deras. Sederas air mata yang dirinya perlihatkan padaku, aku mewakilinya
tuk bersuara dengan bernyanyi tanpa nada yang jelas, meningkatkan ritme dan
volume yang mungkin bisa membangunkan mentari untuk datang lebih awal dari
biasanya. Dan dia masih membisu dalam balutan air mata. Hingga aku pun terbawa
dengan luka yang dia isi dari tiap nada…
Ku
perlahan melambat, setelah ku sadari ada seseorang yang juga berduka. Laki-laki
yang sedari tadi berdiri dibelakannya memeluk erat tubuhnya setelah selesai ku
bernyanyi. Ingin aku membunuhnya saat itu, berani sekali ia memeluk gadisku.
Namun setelah ku perhatikan Dia laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Rama.
Akhrinya Rani pun bersuara, tangisnya beradu, keduanya saling berkata lewat air
mata.
“Tetaplah
menjadi Adikku.”
Rama
mengecup telinga kanan Rani, aku hanya diam melihat kejadian ini. Setelah ku
perhatikan dengan ketidak terimaan yang sudah hampir tak dapat terkendali, aku
teringat pada sosok laki-laki yang selalu membuatku cemburu. Dia adalah Rama,
seorang Kakak Laki-laki Rani berbeda Ibu, benar saja Rani adalah anak
satu-satunya dan tidak memiliki saudara. Rani selalu bercerita tentangnya tanpa
henti ketika bersamaku. Mulai dari ketampanannya, hingga kasih sayangnya yang
sampai menangis ketika Rani sakit dan jatuh pingsan. Sesosok Kakak yang
membuatku iri. Karena ia berhasil menjaga gadis kesayanganku hingga tumbuh
menjadi gadis yang penuh cinta.
Ada
kebahagiaan melihat semua ini. Senandungku hanya mampu mengantarkan dukamu
namun tak seperti pelukannya yang seketika itu juga mampu membuang semua luka
yang tersimpan dalam bentuk tipu daya. Ku lihat seorang gadis yang sangat
mencintai Kakak laki-lakinya, dan seorang laki-laki tampan yang tak rela
kehilangan senyum dari seorang gadis yang disebutnya sebagai seorang adik perempuan.
Cinta
mampu mengalahkan sebuah lagu, membuka mata yang tertutup untuk menjelaskan
semua yang tersembunyi di balik berbagai ekspresi. Bukanlah aku yang membuka
rahasia, bukan juga senandungku yang berhasil merayunya untuk mengunkapkan
sedikit saja, sampai sekarang aku pun tak mengerti apa yang menjadi penyebab
dari pertikaian itu. Yang ku dapat mengerti saat ini, aku akan menjadi seorang
yang siap menampung luka lewat nada, agar tak ada lagi tercipta rahasia yang
membuatnya kembali berduka.
Dengan
senandung pilu, aku mengerti mengapa bukan aku yang berada di dalam bagian dari
hatimu. Dan dengan senandung pilu, aku menemukanmu dan mencintaimu dalam
kekaguman di balik sendu.
0 comments:
Post a Comment