Monday, July 4, 2016

Cup Of Coffee 1#

Cinta adalah rahasia, tak akan terjawab oleh siapapun kecuali waktu. Meski waktu tak mempunyai jawaban itu, percayalah, ia mengantarkanmu pada jawaban yang entah sedang kau nanti ataupun yang tak kau ingini.


MENEMUKANNYA

Cinta adalah rahasia, tak akan terjawab oleh siapapun kecuali waktu. Meski waktu tak mempunyai jawaban itu, percayalah, ia mengantarkanmu pada jawaban yang entah sedang kau nanti ataupun yang tak kau ingini.

Pagi yang sangat melelahkan aku harus mengayuh sepedaku lebih cepat dari biasanya, pagi ini tak terasa sejuk, karena aku tergesa dengan waktu, berburu hingga ku tak memikirkan apapun disekelilingku. Pukul tujuh pagi ini aku harus sudah berada di ruangan ujian, sedangkan aku masih berada dijalan dengan sepedaku dan seseorang yang juga tergesa karena menungguku. Sepertinya kita tidak bisa tepat waktu, sudah dua puluh menit ujian berlangsung kita hanya diberi kesempatan waktu tersisa tanpa tambahan waktu toleransi, ini adalah konsekuensi karena kecerobohanku sendiri. Dengan bermandi peluh dan nafas yang masih terengah aku berusaha mengumpulkan konsentrasi agar bisa menyelesaikan ujian ini dengan baik.

Selesai ku mengerjakan ujianku, ada yang menepukku dari belakang, hampir saja aku melupakannya. Dia Dimas temanku, bisa dibilang sahabatku, kita berteman sejak kecil selalu bersekolah di tempat yang sama hingga perguruan tinggi kita pun tak terpisahkan. Dia adalah orang yang sangat baik yang kukenal setelah keluargaku, dia yang ku percaya ku anggap sebagai saudara laki-lakiku. Dua tahun lebih muda darinya membuatku sangat manja padanya, dia sangat memaklumi apalagi aku adalah anak perempuan dan satu-satunya di keluargaku. Bersabar adalah hobinya jika bersamaku, dia menerima caciku, rengekanku, dan permintaanku yang tergolong aneh. Semua ia lakukan demi membuatku tersenyum.

Namun, hari ini aku telah melibatkannya dalam masalahku, hari ini tidak seperti biasanya aku bangun terlalu siang. Ayah Ibuku, mereka adalah pekerja keras yang pastinya sudah tidak kudapati berada dirumah ketika pagi. Aku yakin mereka sudah susah payah membangunkanku, tetapi tugasku membuatku terjaga hingga pukul tiga dan membuatku bangun tidak seperti biasanya. Kami memang selalu berangkat bersama dengan bersepeda, karena jarak kampus dengan rumah yang hanya sekitar dua puluh menit kami memilih menikmati keberangkatan dan kepulangan kami dengan mengayuh sepeda. Dia menungguku dan aku membuatnya telat untuk mengikuti ujian yang seharusnya bisa ia ikuti tanpa kekurangan waktu karena harus menungguku.

“Bang, Adik belum sempat belajar.” Aku menarik bajunya dengan manja.

“Kau saja belum belajar, apa lagi Aku?” Dimas tertawa santai dan meninggalkanku begitu saja.

Masih dengan ekspresi yang sama, aku menjauhi ruang kelas yang tadi dan menuju ke tempat sepedaku ku parkir tadi. Dengan gaya sok artis aku menyapa semua orang yang ku kenal dengan gembira seperti biasa. Dimas tetap konsentrasi dengan topi dan jaketnya tanpa memperhatikan betapa manisnya diriku yang menyapa setiap rekan yang tersenyum padaku. Aku tertinggal jauh dibelakannya, hingga aku sedikit berlari agar tak ditinggalkannya. Dimas sudah sangat paham apa yang sering ku katakan hingga ketika ku mencoba memanggilnya dia sudah hafal apa saja yang akan saya tuntut padanya.

“Bang Dim.” Setengah berlari aku mengejarnya.

“Adik jangan ditinggal, Adik jangan dibohongin, Adik jangan di tinggal.” Dimas meniru gaya bicaraku sebelum aku sempat merajuk seperti biasa.

Aku hanya diam dengan tatapan mata menyebalkan dan berpura-pura untuk sebal, nyatanya dalam hati aku sangat senang, karena sahabatku yang satu ini yang biasa ku panggil Abang tahu kebiasaanku. Dia memang tak memiliki ekspresi apapun seringkali membingungkan banyak orang, tetapi sebenarnya Dimas adalah orang yang sangat baik, hanya saja dia tidak bisa mengekspresikannya dengan baik dihadapan orang lain.

“Sarapan Dik.” Dimas memakaikan topinya di kepalaku hingga menutupi wajahku.

“Ayook.”

Dengan bersemangat ku putar balik posisi topiku 180 derajat dan bernyanyi ala rapper dadakan. Dimas hanya tersenyum melihat tingkahku yang memang seperti biasanya aneh. Dia membantuku melepaskan kunci sepedaku. Aku benar-benar sangat di manja olehnnya. Hingga teman satu kelasku selalu memperhatikan kami. Memang semenjak SMP kita selalu digosipkan berpacaran nyatanya tidak, aku pernah berpacaran saat SMP beberapa tahun dengan laki-laki lain, dan saat ini dia pun memiliki kekasih yang cantik dari kampus sebelah. Hal ini yang membuat rekan kami bingung.

“Balapan yang kalah bayar.” Dimas mengayuh sepedanya dengan cepat meninggalkanku.

“Curang.” Tak kalah cepatnya aku menyusulnya bagai pembalap professional.

Akhirnya tidak ada pemenang diantara kami, dia menungguku dan kita sampai di tempat makan favorit seperti biasa. Dimas memesankan sarapan yang biasa kami pesan, dia tahu betul apa yang kusuka dan tidak ku suka. Belum habis makanan yang kami pesan, muncul bidadari cantik dari kejauhan Nampak semampai bak model professional. Semua mata tertuju padanya termasuk Dimas tak berhenti melihatnya. Bagaimana tidak dia dinobatkan menjadi duta wisata di wilayahnya. Gadis bernama Putri yang memiliki tubuhnya ideal, rambut indah tergerai, dan cerdas, laki-laki mana yang tidak tertarik dengan wanita seperti itu.

“Eh, Dik Rara, makin manis saja.” Dia mengacak rambutku dengan lembut.

Wanita itu duduk bergabung bersama kami dan mengambil air mineral yang disediakan di atas meja. Aku tak menjawab sapanya mulutku penuh dengan makanan, aku takut kalah saing jika nanti aku tersedak akan tidak lucu, aku hanya menjawab dengan senyum sekenanya saja. Dimas juga begitu, seperti tak menghiraukan kedatangannya, namun mereka berdua seperti memiliki kode rahasia yang tak bisa saya pecahkan, ada satu momen mereka saling menangkap pandangan dan menyunggingkan senyuman sedikit yang mungkin hanya aku saja yang dapat melihatnya dari jarak ini.

“Dik, pinjem Bang Dimasnya ya.”  Putri menggandeng Dimas yang sudah selesai makan untuk berdiri.

“Bayar ya Dik.”

“Siap Bang.” Tanpa protes aku menurutinya.

Mereka pun berlalu begitu saja, aku masih sibuk dengan makananku. Ku lihat jam tanganku menunjukan pukul 09.30. Aku bergegas pergi dari kantin setelah membayar makananku, makanan Dimas, dan tentunya minuman Putri. Aku langsung bergegas menuju mushola kampus yang kebetulan tidak jauh dari kantin tempat tadi ku sarapan.

“Mungkin masih bisa.” Sembari ku melihat jam tanganku.

Aku tengok kanan kiri melihat seisi mushola yang memang sepi, hanya ada beberapa anak laki-laki yang memang terpisah dari ruang yang disediakan untuk wanita. Ku menjinjit sekenanya untuk mempertinggi ukuran tubuhku yang tergolong mini untuk melihat masih bisakah aku melakukannya. Iya, aku berniat untuk Sholat Dhuha, tapi malu karena ini sudah tergolong siang, jadi aku berusaha mencari teman agar tidak seperti orang bodoh.

“Assalamu alaikum Rani.” Gadis berjilbab panjang kali lebar menyalamiku.

“Wa alaikum salam Mah.” Tanpa menatapnya aku masih sibuk dengan jinjitanku.

“Mau sholat kan? Yuk bareng.”

Aku hanya mengangguk dan mengikutinya, Dia adalah teman satu kelasku di kampus namanya Fatimah, Dia adalah gadis yang baik, Dia adalah teman wanita yang selalu mengingatkanku dalam kebaikan, mengajarkanku untuk menjadi seorang gadis yang baik, meskipun aku merasa tidak bisa menyerap ilmunya sedikitpun. Aku merasa berbeda dengan dirinya. Dia adalah gadis elegan yang anggun, seperti bidadari, kehadirannya membuat semua orang yang disekitarnya merasakan ketenangan yang tidak biasa, bisa dibilang Dia adalah gadis special. Dia seperti Kakak perempuanku, karena Dia sering kali mengomel dan memarahiku jika ku sudah bertingkah yang aneh-aneh.

Meski begitu aku menyukainya, bahkan Aku sering kali sengaja membuatnya jengkel dengan tingkahku, aku membuat-buat hal-hal yang aneh dan membuat Fatimah mengomeliku, karena saat itu aku benar-benar merasa menjadi Adik kecilnya, Adik perempuannya, dan rasanya Aku seperti punya Kakak perempuan yang sedang mengomel.

“Ini rambutnya keliatan Adek.” Fatimah membenahi mukenaku agar tak terlihat lagi rambutku.

Aku hanya tersenyum melihat wajah manisnya yang bersih tanpa polesan make up sedikitpun.

“Kapan-kapan ini harus ditutup sepenuhnya ya Adek, biargak keluar-keluar lagi kalau lagi sholat.”

Aku hanya tersenyum melihat perlakuannya yang benar-benar seperti Kakakku sungguhan. Di kelas aku adalah mahasiswa termuda, dan sikap manjaku membuat semua rekan kelasku memanggilku dengan sebutan Adik, Adek, Dedek, dan banyak lagi. Ku mulai sholatku dengan hikmat, ku nikmati setiap doa yang ku bacakan lirih tanpa suara, kesejukan ini berbeda dari biasanya, ada niatan yang mendesak dan ingin segera aku lakukan. Angin Dhuha menyayat hati kesejukan yang mengalir disetiap helai rambut yang basah oleh wudhu mengingatkanku akan perenungan diri yang amat sangat mendalam. Ada yang ingin segera kuperbaiki. Ku akhiri pertemuan singkat ini dengan doa, ada yang bergejolak dalam hati, ku utarakan dengan sangat keras namun hanya padaNya Rabbku, Dia yang Maha Mendengar, ku serahkan diri ini pada pengabdian yang selama ini keliru.

“Bantu Aku.” Aku memeluk Fatimah yang belum selesai berdoa. Fatimahtersenyum.

Ya Rabb, masihkah Kau menerimaku dengan perenunganku, tempat dari segala dosa yang merindukan syurga. Masih pantaskah aku memohon? Ya Rabb, Aku sangat mempercayaimu, Hanya Engkaulah yang mampu menggetarkan hati ini dan menakdirkan diri ini untuk memohon.



Related Posts:

  • Pengunduran Diri Waktu berputar seperti roda kecil yang menggulung dengan cepat mewakili masa, menyadarkan kita akan hal yang telah dilalui. Tentang dua roda kecil yang mengisi angan dan harapan lalu dan masa depan, mewakili rindu akan ses… Read More
  • Cup of Coffee 2# HARI PERTAMA Karena kau tidak akan pernah tahu, kapan waktu hati kan tersentuh oleh sayup-sayup bisikan lembut yang mampu menggetarkan hati, dan membolak-balikan hati. Maka dari itu perbanyaklah berterima kasih. Karena ta… Read More
  • Seketika Kita saling menyapa. Saling berpuisi seakan mengerti keindahan arti dari tiap bait yang tertulis tentang sebuah kekaguman. Berangan-angan tentang masa depan bersama. Hingga suatu malam.. "Malam ini aku telah melamarnya."… Read More
  • Cup of Coffee 4# CINTA Dosalah aku yang telah terjatuh Hanya dengan mata aku terjerat Hanya dengan suara aku tertipu Aku tidak tahu mengapa Namun aku melihat syurga disana Meski ku tidak tahu tentang kehendak Bolehkan aku berhara… Read More
  • Puisi Tentang seorang gadis yang mengartikan sebuah genggaman. Berasal dari beberapa puisi yang membuat harinya merona, memberikan harapan kepadanya akan terisinya sela jari dengan jari sang pujangga setelah ikrar atas nama ag… Read More

0 comments:

Post a Comment