Friday, October 28, 2016

Puisi


Tentang seorang gadis yang mengartikan sebuah genggaman. Berasal dari beberapa puisi yang membuat harinya merona, memberikan harapan kepadanya akan terisinya sela jari dengan jari sang pujangga setelah ikrar atas nama agama. Namun apa yang terjadi? rangkaian kata yang membuatnya terlena dan berbuah senyum yang  manis kini membuat hatinya teriris. Kata ambigu berisi tentang pengungkapan yang disembunyikan dari tiap bait yang tertata mampu membuatnya berkaca, bukan karena bahagia melainkan terluka.


Sang Pujangga pernah berkata “Aku sudah tidak tahan lagi untuk tidak menyebut namamu di sepertiga malamku.”


Setelah itu Sang Gadis pun berfikir untuk lebih baik menjaga dan menata hati agar keduanya tidak bertemu dalam lingkaran yang merupakan suatu pelanggaran. Berharap, doa itu akan berakhir dengan keberkahan dan kebahagiaan seperti apa yang telah di perjuangkan dalam setiap doa di waktu ijabah.


Nyatanya bisu itu disalahartikan.


Namanya (gadis itu) yang tadinya selalu terselip dalam setiap karya, dalam waktu beberapa hari tidak lagi terlihat. Gadis itu kini hanyalah bagian dari karya Sang Pujangga yang telah lalu. Karena untuk waktu yang dekat akan ada seseorang yang tidak hanya mendapatkan rayu dari lagu, melainkan sesuatu yang berkilauan di jari manis seseorang itu sebagai tanda penyempurna agama antara Sang Pujangga dan Sang Inspirasi baru.


Puisi memanglah nampak nyata,
Layaknya doa dengan beribu pengharapan,
Tidak selamanya harapan itu adalah sebuah jawaban,
Karena ketetapanNya itulah yang menjadi sebuah kepastian. 


0 comments:

Post a Comment