Aku
rasa aku menyukai seseorang ketika aku masih kelas dua SMP. Dia seseorang yang
tidak terlalu terkenal. Dia sangat pendiam, aku tidak pernah satu kelas
dengannya. Aku tidak tahu apa yang membuatku menyukainya. Aku selalu suka saat
dia lewat di kelasku. Bahkan aku sengaja duduk di tempat dimana aku bisa selalu
melihatnya dengan teman temanya lewat.
Suatu
hari kita mempunyai jadwal olahraga yang sama karena ada penilaian. Saat itu
aku asik dengan duniaku sendiri dan tidak memperhatikan temanku saat bicara.
Aku hanya menatapnya. Aku bahkan tidak khawatir dengan diriku sendiri yang
selalu lemah dalam olahraga padahal saat itu penilaian lari memutari lapangan
sebanyak 8 kali. Saat giliranku tiba aku seperti biasa selalu tertinggal
menjadi urutan terakhir, dadaku terasa sesak dan rasanya mau pingsan saja. Tapi
aku harus menyelesaikan ini, bahkan aku kehilangan sebelah sepatuku karena
terlepas saat aku berlari. Dengan susah payah aku menyelesaikan lariku, tanpa
sadar orang itu ternyata berlari bersama denganku, dan mengembalikan sepatuku
dengan tersenyum. Rasanya cintaku terbalas...
Namun
apa yang terjadi, di SMA dia menjadi sangat berubah. Dia populer bukan hanya di
kalangan laki-laki sebagai temanya tetapi juga perempuan. Banyak yang datang
kepadanya dan menyatakan cinta. Dia terlihat menjadi sangat tampan meski aku
sudah menyadarinya sejak dulu. Dia menjadi populer dan aku merasa sangat jauh
meski aku satu kelas dengannya. Lagi-lagi aku harus melihatnya dari jauh.
Bukan
hanya itu saja yang berubah, dia menjadi sangat jahat, lebih tepatnya kasar.
Sejak SMA dia selalu pulang satu bus denganku. Bahkan kegiatan tambahan yang
kita ikuti sama, yaitu musik jadi kita selalu pulang bersama. Awalnya memang
aku sangat senang, namun di dalam perjalanan dia selalu menyalahkanku karena
ketidak-hatianku. Meski begitu aku juga tetap senang karena setidaknya dia
bicara padaku, walaupun aku sadar semakin jauh saja aku menggapainya. Tapi aku
tetap menyukainya.
Akhirnya
sore itu aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Sore itu
aku dan dia baru saja selesai dari kegiatan musik. Dengan perasaan campur aduk
akhirnya kata kata itu sampai di telinganya. Dia tidak berkata apa-apa dan
pergi meninggalkanku begitu saja. Dan sore itu aku tidak pulang dengannya
seperti biasa.
Paginya,
teman sekelasku menatapku. Mereka semua seperti menertawakanku. Ternyata Dia
memberi tahu semua teman sekelas bahwa aku menyatakan perasaannya padanya. Dia
hanya diam dan bahkan tidak memperhatikanku ketika teman-teman sekelas sedang
menginterogasiku. Diantara mereka ada yang memuji keberainanku dan diantara
mereka ada juga yang memakiku. Pagi itu aku sangat malu dan sakit hati, rasanya
aku tidak ingin berada didunia untuk momen itu dan berpindah ke hari
selanjutnya.
Di
kantin juga demikian, mungkin beberapa diantara mereka mendengar itu dari teman
sekelasku. Malu sekali rasanya tidak ingin kemana-mana. Aku ingin sekali
menangis, namun disaat yang sama Dia duduk disampingku dan semua orang
menyoraki kita. Aku masih ingat asam manis Jus jeruk yang dia belikan waktu itu
di kantin. Meski dia tidak bicara apa-apa aku tetap senang.
Setelah
kejadian itu, aku merasa di intimidasi oleh penggemarnya. Mereka menatapku
dengan tatapan tidak suka. Namun aku senang mempuanyai teman kelas yang selalu
melindungiku. Mungkin mereka menertawaiku tapi mereka tidak pernah berbicara di
belakangku. Mereka selalu membelaku ketika banyak perempuan yang menghinaku dan
mengomel tentang ketidak pantasanku dengannya. Ya benar, aku memang tidak
terkenal, tidak terlalu cerdas, dan juga tidak cantik. Namun temanku selalu
meyakinkanku bahwa aku yang terbaik karena berani mengungkapkan perasaanku
sendiri tidak seperti penggemarnya yang hanya melihatnya.
Lewat
kejadian itu, aku termotivasi untuk menjadi cantik. Teman-temanku memberikan
saran untuk memanjangkan rambutku agar terlihat lebih anggun. Beberapa diantara
mereka memberikan beberapa jenis perawatan badan dan wajah. Mereka teman
sekelasku mendukungku. Beberapa kali aku melihat dia tersenyum ketika
teman-temanku sibuk dengan penampilanku. Hingga suatu hari temanku meminjamkan
pakaiannya yang sudah tidak muat supaya aku memakainya agar menjadi lebih
cantik dan populer. Saat aku mencoba memakainya, semua siswa laki-laki
mengagumiku dan menyarankanku pada dirinya. Namun apa yang terjadi di luar
dugaanku dan teman temanku. Dia malah memarahiku, dia memakiku dan itu
benar-benar membuatku sakit dan akhirnya menyerah.
“Sadarlah,
jika kau memang tidak pantas untukku, berpenampilan apapun tetap saja akan
seperti itu.”
Setelah
hari itu aku benar-benar berhenti. Teman sekelasku juga begitu mereka
kehilangan harapan denganku. Aku sudah berkomitmen untuk tidak menyukainya lagi
mulai detik itu. Aku sengaja untuk pulang lebih lambat agar tidak pulang
dengannya. Tapi sepertinya selama apapun menunda kita selalu keluar gerbang
disaat yang sama. Hingga waktu kelas satuku pun berakhir kita masih saja
seperti itu.
Liburan
kenaikan kelas aku merasa sangat bosan. Sesekali aku bersepada di pagi hari,
dan ternyata selama ini aku baru menyadari jarak rumah kita berdekatan. Aku
sering bertemu dengannya yang sedang lari pagi. Dia memasuki rumah yang sering
aku lewati ketika aku bersepeda. Saat aku tahu ternyata rumahnya di tempat yang
biasa aku lewati aku berputar arah agar tidak melewatinya agar tidak di sangka
mencari perhatian. Begitulah liburanku berakhir.
Kelas
dua, tidak ada yang berubah aku masih sekelas dengan teman sekelasku, jadi mau
tidak mau aku harus bertemu lagi dengannya. Rasanya sangat lelah. Namun pagi
itu aku dia lewat depan rumahku dan menyapaku “Selamat Pagi” dan membuatku
kembali jatuh cinta. Ah gampang sekali. Nyatanya memang seperti itu. Aku
kembali jatuh cinta padanya dan memutuskan untuk kembali menatapnya dari jauh
seperti dahulu, karena aku memang menyukainya.
Lagi-lagi
aku menikmatinya. Ketika dia tersenyum dan tertawa bersama teman temanya. Duduk
berjauhan memang paling bagus agar aku bisa melihatnya dengan puas. Tapi siapa
sangka dia memilih duduk di belakangku itu membuatku tidak nyaman. Mungkinkah dia juga merasakan seperti ini?
Mana mungkin dia sadar jika aku selalu melihatnya. Begitulah caraku menenangkan
diriku sendiri.
Kelas
dua, ada yang berubah, bukan dengan dia. Tapi dengan sikap anak laki-laki
terhadapku. Mereka menjadi memperhatikanku. Aku bertanya pada teman temanku
dengan sikap mereka. Teman-temanku hanya menjawab santai mereka bilang aku
berubah. Tapi aku tidak merasa berubah, mungkin hanya penampilanku saja. Saat
ini aku meneruskan untuk memanjangkan rambutku, aku ternyata menyukainya dan
senang merawatnya, tanpa terasa aku membeli beberapa vitamin karena aku suka
jika rambutku mudah di atur. Ku akui juga Ibuku mulai memperhatikan
penampilanku dan memberikan produk perawatan yang tadinya juga disarankan teman
temanku tapi karena ibuku memaksa akhirnya aku memakainya. Karena sudah
terbiasa memakainya ketika tidka memakai rasanya ada yang kurang jadi aku rutin
memakainya.
Meski
temanku bilang aku berubah dan mulai populer di kalangan laki-laki tapi Dia
masih tidak melihatku sama sekali. Hingga suatu hari ada kakak kelas yang masuk
ke kelasku di waktu istirahat. Dia tampan populer dan juga cerdas, dia juga
atlet sekolah jadi aku mengenalnya. Dia dengan tiba-tiba menyatakan cinta di
depan teman sekelasku termasuk Dia yang saat itu sedang duduk di belakangku.
Aku menolaknya dengan halus, meski kakak itu memaksa dan sangat paham aku
menyukai Dia tapi alasannya karena aku bukan pacarnya jadi masih ada kesempatan
untuknya. Namun tetap saja aku tidak bisa dengannya. Keputusanku membuat rekan
sekelasku terutama perempuan menyesalkannya.
Sepulang
sekolah setelah kejadian itu, rasanya sangat canggung. Aku seperti membuat
kesalahan dan rasanya ada orang yang setiap detik menatapku dengan rasa tidak
suka. Seperti biasa aku jalan dengannya menuju halte bus. Karena waktu itu
sudah hampir malam, busnya sepi dan kosong. Saat itu dia bicara padaku. Dia
bertanya padaku.
“Kau
bilang menyukaiku.” Dia dengan nada menyebalkan.
“Eh.”
Aku hanya melihatnya kebingungan memang benar aku menyukainya tapi bagaimana
lagi.
“Kenapa
kau tadi bilang kau tidak punya pacar.” Dia masih tidak mau menatapku.
“Aku
memang menyukaimu, tapi aku harus bagaimana, bahkan kamu tidak pernah
menyukaiku sama sekali.” Akhirnya emosiku pun meluap.
“Mulai
sekarang jika ada yang bilang menyukaimu bilanglah aku pacarmu.” Dia
menghaluskan nada bicaranya meski masih tidak melihatku.
“eh.”
Aku sangat terkejut dan hanya mengiyakannya karena dia sangat menakutkan
seperti aku yang salah.
Sejak
hari itu, Dia kembali duduk di depan. Dia semakin jauh dariku tapi aku bisa
menatapnya sekarang. Dia seratus persen dalam pengawasanku. Entah dia lupa
dengan yang di katakan kemarin aku sangat senang. Hingga saudara kembarnya
(seorang perempuan) dia tidak pernah bersekolah dengan kami menghubungiku. Dia
ingin aku menemainya di rumahnya karena Ayah Ibu dan tentunya Dia pergi ada
keperluan dan dia tidak bisa ikut. Tentu saja aku sangat terkejut
Saudara kembarnya memberitahukan hal yang membuatku sangat senang. Ini rahasia tapi aku sangat senang mendengarnya. Dia selama ini selalu memperhatikanku, dia mengoleksi beberapa fotoku bahkan saat kelas satu smp di pelajaran olahraga. Beberapa fotoku sangat memalukan karena aku yang saat itu olahraga selalu kepayahan. Ada juga fotoku yang sedang tertawa lepas dengan teman temanku. Ahh memalukan sekali.
Saudara kembarnya memberitahukan hal yang membuatku sangat senang. Ini rahasia tapi aku sangat senang mendengarnya. Dia selama ini selalu memperhatikanku, dia mengoleksi beberapa fotoku bahkan saat kelas satu smp di pelajaran olahraga. Beberapa fotoku sangat memalukan karena aku yang saat itu olahraga selalu kepayahan. Ada juga fotoku yang sedang tertawa lepas dengan teman temanku. Ahh memalukan sekali.
Saudara
kembarnya kesal menceritakan bahwa dia seringkali menghabiskan tinta printernya
hanya untuk mencetak fotoku. Dengan tulus aku meminta maaf pada saudara
kembarnya dan kita tertawa bersama. Aku di beritahu alamat blognya yang jelas
jelas aku sudah tahu, karena aku menghormati saudara kembarnya aku membacanya
lagi. Ternyata tulisan tentang “aku dan dia” adalah cerita tentang aku dan dia
yang ditulis setiap hari olehnya.
Sore
itu, aku mengerti. Bahwa aku tidak jatuh cinta sendiri.
Terima
kasih telah mengizinkan aku jatuh cinta.
0 comments:
Post a Comment