Tuesday, August 29, 2017

Ketika Wanitaku Menyerah



Pada akhirnya
Air mata itu menunjukan kepedihannya




Di hari pertama semester baru dibangku sekolah dulu, Aku melihat sosok yang berbeda diantara yang lainnya. Mengalihkan pandanganku pada seseorang yang menyita waktu.  Dia ada disana duduk terdiam di bangku paling belakang di antara sekian kegaduhan di ruang kelas. Matanya bulat dan rambutnya kecoklatan membuat Dia terlihat mencolok di bandingkan yang lainnya. Namun, ketika Dia mulai berbicara, semuanya menjadi berubah. Suaranya terlalu lantang dan berisik. Dia ngomel sana sini tanpa lelah setelah bertemu teman lama. Ahh, seketika dia sudah tidak lagi menyita perhatianku.

Semakin hari Dia semakin menyebalkan, sifatnya terlalu kekanakan. Dia menjadi sangat mengganggu. Berisik dan sering membuat masalah denganku dan juga yang lainnya. Tetapi entah bagaimana, kita malah menjadi sangat dekat. Dia bukan gadis yang cantik, Dia biasa saja, bahkan sampai sekarang Dia masih seperti itu dengan dirinya yang cerewet dan menyebalkan. Dia yang seperti itu yang membuatku cemburu. Tidak ada yang spesial dari dirinya, namun sebagai laki-laki Aku merasa hal tersebutlah yang membuatku tertarik, kemungkinan besar laki-laki lainpun bisa merasakannya.


Lagi-lagi Dia berhasil mencuri perhatianku...

Secara perlahan Aku terperangkap..

Dan mulai memberanikan diri..

Hingga Dia mengangguk pertanda iya..

Menerimaku sebagai laki-lakinya..



Seperti kisah yang lainnya. Sudah tidak menyenangkan ketika Aku sudah mendapatkan apa yang Aku harapkan, karena kisah terbaik adalah bagaimana perjuangan sebelum mendapatkan sebuah hasil. Aku mulai bosan dengannya, jarang menghubunginya... dan mulai bertanya apa Dia benar-benar menyukaiku. Tidak ada respon apapun dari kebosanannku. Seperti biasa Dia tetap menanyakan bagaimana kabarku jika Aku lupa tidak menghubunginya.  Aku lupa, karena ada yang lebih menarik dibandingkan dengannya waktu itu.

Bosan itu menghancurkanku...

Untuk pertama kalinya, setelah berpisah sekolah kita memutuskan bertemu. Dia sangat lucu, malu-malu dan bahkan tidak berani memandangku. Duduk bersebelahan Dia pun memilih untuk berdiri. Lucu sekali, saat itu Dia meranum, pipi padatnya menyembul. Dia terlihat senang tetapi Aku sibuk sendiri dengan hal yang menyenangkan lainnya. Hal yang menyenangkan menurutku itu akhirnya menghentikan senyum lugunya. Pipinya masih menyembul dan bibirnya masih tersenyum, wajahnya pun masih meranum tetapi matanya berkaca, setelah melihat beberapa pesan singkat di telepon genggamku. Saat ku tanya Dia hanya menggeleng dan berkata “tidak apa-apa” sambil tersenyum. Jawaban itu membuatku berfikir “ya sudahlah, biarkan saja.”

Aku mengkhianatinya.

Sepulang dari itu, Aku mendapatkan pesan ucapan terima kasih dan ungkapan bahagia darinya. Menurutku itu sangat berlebihan. Tetapi Aku juga senang bertemu dengannya hari itu. Setelah hari itu kebosananku terkurangi, Aku semakin rindu dengannya. Tetapi kesibukan kita membuat kita jarang bertemu. Hingga kebosanan itu datang lagi dan Aku mulai bermain api.

Aku merasa menjadi laki-laki jahat waktu itu, Aku mengakhiri hubungan kita secara sepihak. Dia tidak tahu menahu tetang itu. Aku merasa tersakiti dengan tuduhanku sendiri yang tidak jelas tetangnya. Aku tidak pernah memikirkan apa yang Dia rasakan atas perlakuanku. Setahuku Dia yang salah, tanpa ingin tahu apa pun darinya. Aku meninggalkannya tanpa kejelasan. Beberapa kali membolak-balikan hatinya dalam waktu yang lama. Aku menikmati bermain api dengan yang lainnya. Dalam waktu yang tidak sebentar, Aku kembali datang dalam kehidupannya.

Ah, Dia terlihat sangat senang ketika mendapatkan pesanku lagi. Tetapi jahatnya Aku, setelah itu Aku memakinya dengan tidak jelas, Aku tidak tahu apa yang sedang Ku lakukan waktu itu. Aku benar-benar tidak memikirkannya sama sekali. Hingga suatu hari, Dia mulai muak dengan kelakuannku, kesabarannya mulai habis. Dengan mudahnya Aku meminta maaf dan ingin kembali.

Lalu apa yang terjadi?
Dengan bahagia Dia menerimaku kembali, Dia bahkan berterima-kasih karena Aku kembali padanya.

Oh Tuhan apa yang sudah Aku lakukan pada gadis ini. Saat itu, Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak melakukannya lagi. Tetapi apa yang terjadi Aku bahkan berhasil membuatnya tidak percaya lagi dengan yang namanya Cinta.

Kita beranjak dewasa. Aku sangat menyayangi gadis itu begitu juga dengannya sudah jangan ditanya lagi. Kita mulai merancang harapan indah bersama. Aku berjanji padanya untuk hidup bersama dengannya. Tetapi lama kelamaan Aku mulai merasa teralu dituntut olehnya. Ini dan itu, dengan egois Dia memaksakan kehendakku untuk memiliki jalan pikiran yang sama dengannya. Aku yang waktu itu berfikir Dia terlalu egois, Dia tidak memikirkan keadaanku sama sekali. Dia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya untuk meraih apa yang Dia inginkan. Hingga berkali-kali tanpa sadar Aku menyakitinya dengan perlakuan dan perkataanku.

Ternyata gadis kecil itu sudah berubah..
Wanitaku mulai lelah...

Dia mulai bertanya, apa Aku menjadikannya sebagai bagian dari tujuan hidupku. Dia memintaku untuk memastikan keseriusanku di depan orangtuanya. Karena Dia sudah lelah. Aku yang waktu itu, tidak punya keberanian untuk maju. Melihat keadaanku yang tidak pantas untuknya, Aku tidak bisa memenuhi keinginannya. Aku menyerah dan akhirnya kita memutuskan untuk mengakhiri semua ini.

Lagi-lagi Aku yang mengedepankan emosi, melihat Dia yang sangat egois. Tidak memikirkan Aku yang saat ini sedang berjuang. Dia tidak memikirkan kemampuanku yang sebatas ini. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Lagi-lagi aku menyakitinya dengan kata-kataku. Tetapi dengan sabar, Dia tetap berada disampingku, menenangkanku, dan memberikanku waktu. Tanpa kekuarangan kasih sayangnya kita tetap mejalani hubungan penuh kasih yang bahkan lebih besar dari sebelumnya. Kita mulai memahami dan berpikir lebih dewasa jika ada masalah. Tetap saja, Dia hanya diam ketika Aku memakinya bahkan Dia mengiyakan apa yang Aku katakan padanya untuk menenangkanku. Terus menerus, hingga Aku sadar tempat penampungan itu hampir penuh.

Dia mulai berubah. Menjadi lebih mendominasi dan mengedepankan emosi. Dia mulai berani menyangkal pernyataanku jika tidak sesuai dengan yang Ia rasakan. Namun tetap saja, rasa sayangnya padaku membuatnya akhirnya mengalah dan memilih untuk diam dan membiarkanku memperlakukannya seenaknya. Semakin hari Dia semakin memojokanku, seoalah Dia ingin meninggalkanku dan pergi dengan seseorang yang lain yang sesuai dengan harapannya. Hingga akhirnya keluarlah pernyataan yang tidak menyenangkan yang membuat wanitaku yang tidak pernah bicara menjadi berbicara.


Dia wanitaku datang padaku

Bercerita tetang kepedihannya

Perih yang Ia pendam selama ini

Dan hanya Dia yang merasakan sendiri

Wanitaku yang selalu tersenyum saat bersamaku

Kini sedang menangis tanpa suara

Tanpa berkata kini Aku sangat tahu

Betapa deras perih yang ia derita


Rasanya sesak melihat wanitaku menahan tangisnya. Dengan terbata dia tersenyum namun air matanya deras tidak mau berhenti. Dia mulai mengungkapkan satu persatu apa yang Dia rasakan selama ini dari sisi yang belum pernah Aku lihat sebelumnya. Dia bercerita betapa sakitnya Dia dipertemuan pertama dengannya Aku malah sibuk sendiri dengan gadis lain. Bahkan Dia juga menangis seketika ketika tahu dari temanku bahwa Aku mengakhiri hubungan sepihak tanpa sepengetahuannya. Senyumnya terlihat jelas ketika bercerita betapa senangnya ketika Dia bisa melihat Aku diperjalanan berangkat dan pulang sekolah meski hanya melihat dari balik kaca busnya waktu itu. Betapa bahagianya ketika Aku kembali padanya.

Nafasku semakin sesak melihatnya tersenyum dengan air matanya yang semakin deras. Semakin sesak setelah tahu Dia selalu menutupi keburukanku di depan orangtuanya. Dia menuntutku untuk membuktikan bahwa Aku layak untuknya di depan orangtuanya. Meski Aku selalu menyerah sebelum mencoba, Dia tidak pernah lelah walau akhirnya pasti rasa pesimisku membuatnya kecewa. Aku tidak pernah berfikiran jauh sampai seperti itu, yang Aku tahu Dia wanita egois yang memaksakan kehendaku untuk menjadi seperti apa yang Ia inginkan. Ternyata Dia hanya ingin tetap bersamaku.

Tubuhku menjadi tidak bertenaga, ketika Dia sudah mulai tersedu dan berkali-kali mengucapkan kata lelah. Semakin tidak berdaya ketika Dia mengungkapakan ada beberapa pria yang berani mengungkapkan keseriusannya di depan orangtuanya. Aku harus bagaimana, Aku hanya bisa terdiam melihat wanitaku yang biasanya tersenyum ketika bertemu, meksipun kita bertengkar hebat malamnya. Aku bahkan tidak menyadari mata bulatnya berubah menjadi terlihat selalu letih dan mengantuk. Aku hanya diam ketika Dia memukuliku lirih tanpa tenaga. Aku berfikir apa Dia selalu menangis seperti ini sendiri dan Aku tidak pernah tahu. Dia terus memukuliku hingga dengan berat Dia mengeraskan suaranya “Lalu bagaimana denganmu jika Aku dengan orang lain, Aku tidak bisa membanyangkan betapa sakitnya itu.” Setelah ucapan itu terucap Dia hanyut dalam tangisannya yang semakin dalam menunduk dan menutupi wajahnya.

Bahkan sampai akhir pun, Dia hanya memikirkan perasaanku.



 JRR


Related Posts:

  • RINDU 3# Beribu pertanyaan membuncah Untuk setiap kenangan Diantara waktu yang telah terlalui Banyak yang telah terukir dalam memori Terlihat dari kejauhan Bayangan yang tidak pernah dapat ku gapai Kegagalan dalam pengundura… Read More
  • Meminta Hai, pagi, Bolehkah aku meminta padamu? Untuk selalu membangunkan orang-orang yang kusayangi untukku. Hai, hujan, Bolehkah aku meminta padamu? Buatlah suara yang keras untukku, agar hilang sunyiku. Hai, di… Read More
  • RINDU 2# Ada keriuhan di belakang sana Sepertinya sedang diadakan pesta Namun tubuh ini enggan mendekati Karena hati sedang dalam pengunduran diri Sayup terdengar sebuah nama Menghentikan sistem laju kerja otak Berulang hingga dap… Read More
  • Nyanyian Malam Malam, bernyanyilah untukku Hibur aku dalam keterjagaan Tahan aku dari kesenduan Bawalah aku pergi dari kesepian Hujan, bawakan lagu untukku Izinkan aku bersendandung denganmu Biarkan aku tertawa dengan keterjaga… Read More
  • Ragu Bertubi pertanyaan menyerangku Bergantian menyerbu keheninganku Hingga aku mengajukan pertanyaan Untukku, untuk sesuatu yang membayangiku Masih kah kau ingin bertahan disitu? Hai ragu, bukankah tempat itu sangat gelap… Read More

0 comments:

Post a Comment